AKAR PALEM DAN SEPATU KRACA


Siang hari sepulangnya sekolah, aku dan kom bermain di lapangan tengah kumparan ladang, rerimbunan alang-alang dan pohon–pohon yang menjulang tinggi itu sangat membuat kami nyaman, apalagi anginya yang sepoy-sepoy jadi bukan mustahil ini juga menjadi tempat bermain favoriteku, hanya saja tempatnya agak jauh dari rumah kerana berada di tengah–tengah hamparan persawahan, sayangnya bila musim hujan tiba kami tidak dapat bermain disini, karena tanahnya pasti akan menjadi kotor bak lumpur.  Kom adalah pribadi yang unik, terkadang ia lucu, terkadangpun juga menyebalkan, tapi dia sungguh anak yang pintar, ia selalu mengerti lebih awal dibandingkan diriku dan anak-anak lain dikelas, Kom sebenarnya pamanku,  kita hanya berbeda beberapa tahun, dia berusian lebih tua dariku, kami berlatar belakang dari kluarga yang sama yaitu Bapaku dan Bapaknya sesama tukang becak. Karena masih anak-anak sebaya jadi selain bersodara, kita juga bisa menjadi teman bahkan sahabat.

Saat ini kedua kawanku yang lain Tati dan Wan sedang tidak ada dirumah, sementara Dod anaknya sedikit bandel, saat itu dia sedang bermain di kampung sebelah.

(“lihatlah grombolan burung itu, terbang bebas diatas langit, mereka mengepakan sayap-sayapnya dengan riang. Andai saja suatu hari nanti aku dapat menerbangkan mimpiku seperti para burung itu..”)
(“Hahahahahah....jangan banyak bermimpi, kata orang jangan terlalu tinggi bermimpinya, nanti jatuhnya teramat sakit!. Tapi lebih sakit aku kalau jatuh, kan aku mimpinya jadi pilot kalo jatuh dari atas pasti sakit sekali,,hahahahahaha”) 
(“Hahahahaha, brarti kau harus merubah mimpimu….!!”)
(“Waaah aku tak akan merubah mimpiku, akukan sangat menyukai pesawat dan roket,,,”)

lalu perbincangan kami mendadak terpotong, Bungkam seketika manakala seorang bapak petani yang bercaping coklat dan berbaju putih kotor serta tak beralas kaki yang tiba-tiba melintas didepan kami dengan memikul paculnya sembari bersiul.

Sejenak kami terhening karena bapak itu bersiul bak suling nan menenangkan ubahnya musik relaksasi, sesaat kemudian, dari kejauhan nampak sesorang berjalan perlahan-lahan ke arah kami, ternyata ia teman kami yang sengaja menghampiri dengan maksud mengajak bermain sepak bola, kebetulan saat itu aku ingin sekali bermain sepak bola, namun ia yang duduk disampingku tak dapat bermain bersama, alasanya dia harus pulang mengangkat jemuran nasi kering diatas atap rumahnya, maklum saja neneku atau ibunya sedang di ladang, jadi hari ini ia tak boleh berkutik banyak.

Lalu aku membuntuti temanku yang berjalan kearah lahan kosong tetapi dipenuhi pohon palem disekelilingnya, lahan itu kami jadikan lapangan, sementara kom beranjak kerumahnya. Sesampainya dilapangan langsung saja kami berbagi regu bermain sepak bola, kebetulan saat itu aku mendapat posisi sebagai penyerang, aku terkejut tiba-tiba teman–teman lain memakai sepatu keraca, sementara aku hanya mengenakan sandal ceplek, maklum saja aku hanya mempunyai satu-satunya sepatu saat itu, itupun aku pakai hanya untuk keperluan sekolah, tetapi itu tidak mengurangi rasa semangatku dalam bermain, aku terlampau lincah prihal menggiring bola, sampai terkadang lawanku harus menyeledingku dengan sledingan tangkel  untuk merebut bola dari penguasaanku.

Aku tak mengenakan alas kakiku agar sandal jepitku tak putus akibat menendang bola, selama permainan, tiba-tiba tak sengaja kakiku menebas akar pohon palem di sekitar lapangan, akarnya menancap di telapak kakiku sebelah kanan, rasanya sakit setengah mati, akarnya lumayan besar, aku terjatuh, terlebih temanku dengan sepatu keracanya tak sengaja menginjakan kakinya tepat pada bagian kakiku yang tertancap lalu aku terkapar menahan rasa sakit ini dan sesaat bernafas berat. Selang beberapa lama ibuku menemuiku dilapangan, beliau memarahiku.

(“Sudah dibilangin jangan Main bola terus, jadi beginikan akibatnya, bola tidak akan membuat kamu jadi sukses, mau jadi apa kamu kelak!!”)

Lalu akar palem yang bersarang dikakiku dicabutnya dengan dicutik menggunakan gunting kuku, aku meringis menahan rasa sakit, rasanya sungguh tak karuan.  Kemudian ibuku memijat kakiku kawatir ada yang keram atau ketep, aku makin meringis, sejak saat itu ibu melarangku bermain bola, rasanya teramat kecewa karena sepak bola adalah mainan favoritku, tetapi bagiku tak ambil pusing, mungkin ibu bercanda palingan besok aku diijinkan untuk bermain lagi, suara hatiku mengatakan demikian. Di sela-sela lirihanku kala memainkan nafas dan kakiku yang kaku bak membeku, ku tengok para-para semut hitam yang berjalan berbaris di pagar rumahku, pikirku merenung andai setiap  manusia mempunyai sifat seperti semut-semut hitam yang berbaris itu, mereka  begitu sopan setiap bertemu bersalaman, membangun rumah bergotong royong, kerap mendapat makanan selalu bersama-sama, selalu berbagi satu sama lain dan menganggap individu lain penting, mungkin tidak akan ada orang miskin seperti kluargaku dan mungkin juga ibuku pasti mampu membelikanku sepatu keraca seperti teman-temanku, tetapi sejenak pula kuingat kata-kata pak ustad, beliau pernah bilang kita harus bersukur walau seperti apapun keadaanya, kita juga tidak boleh bergantung pada orang lain, pasti setiap insan ditakdirkan berbeda-beda dan baik atau buruknya takdir itu, tergantung seberapa besar dirikita untuk mensukurinya. Sedikit aku dapat menghilangkan rasa hening dipikiranku dikala mengingat kata-kata itu lalu aku beristigfar dan tak lama ibu menyuruhku makan.

(“ Kamu makan dulu, dari pagi  belum makan, terus tidur siang dan istirahat!!”)
(“Iya bu…..!”)

Aku menuruti perintahnya, meskipun sebenarnya aku tidak suka tidur siang, namun untuk hari ini tak apa, toh kakiku juga sedang sakit jadi akupun tidak mungkin bisa banyak bergerak, walau hatiku tak rela. Apalagi maksud ibuku baik, aku juga tidak ingin ibuku  kecewa lagi terlebih ada adiku saat ini di perutnya.

Beberapa lama kemudian kira-kira pukul lima sore ketika aku sedang terlelap, kudengar suara becak bapak yang membangunkanku tidur pulasku, lalu kulihat keluar ternyata bapaku membawakanku segendel buah rabutan, ini membuatku langsung bersoak horeee dan buru-buru melahapnya, tetapi sengaja tidak aku habiskan agar bapak dan ibuku juga ikut bisa merasakan manisnya, sebenarnya bapaku baru sembuh setelah beberapa hari yang lalu sakit, tapi bapak memaksakan diri untuk menggais riski dengan menarik becak di pasar.

Sesasat kemudian aku mendengar kembali langkah kaki para petani pulang dari ladang sawah mereka, begitu seragem, kemudian pintu-pintu itu ditutup karena waktu sudah semakin gelap dan bolham lima watt juga menyusul kami nyalakan. Malam ini aku tak belajar mengaji di musola karena ustadz kami sedang ada undangan diluar kota, terlebih kakiku terbelenggu sedang sakit, jadi aku hanya belajar saja dirumah ditemani ibu dan bapak, beberapa hari-hariku mungkin akan merindukan sepak bola, selamat malam bola jingga yang kini tengah terbenam.






Title : Mengejar Sekolah
By : Ali Blazing

v
Untuk Ibu,Ibu,Ibu bapaku tercinta,
Orang tua terhebat sepanjang masa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Profile Page Screen - Flutter UI

Profile Page Berikut ini adalah contoh  source code untuk Design Profile Page menggunakan flutter,  sebelumnya jangan lupa untuk membua...